Rabu, 05 Maret 2008

Mengelola Ikan Rawa Gambut


Jalan pendapatan dari

beragam sumberdaya alam gambut

Dampak proyek PLG Luasan kawasan yang akan dijadikan proyek mencapai 1 juta hektar yang termasuk didalamnya sebanyak 72 desa di 3 Kabupaten (Kapuas, Pulang Pisau dan Barito Selatan) dan 1 Kotamadya Palangkaraya. Proyek ini di dasarkan pada jawaban pemerintah pusat untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan beras di Indonesia. Menyingkirkan beragam sumberdaya kekayaan alam yang telah dikelola rakyat, seperti kebun karet, kebun rotan, hutan adat, kolam ikan rawa [beje], hasil hutan non kayu, dengan jangka waktu 15 bulan, semua porak poranda. Sumberdaya alam ini telah menopang sistem ekonomi lokal dengan sejarah yang panjang. Tetapi, kebijakan pemerintah tak mampu memulihkan dengan waktu yang sama dengan tingkat perusakannya. Sudah hampir lebih 10 tahun, dampak proyek masih dirasakan oleh rakyat, sumberdaya alam pun tak mampu cepat pulih.

Menanti yang tak pernah kunjung datang, dan proyek rehabilitasi dan reboisasi tidak sampai di kampung-kampung terdekat dengan kekuasaan Kabupaten dan Provinsi. Sementara sebanyak lebih dari 71 desa yang terkena dampak, tetapi, hanya lebih dari 5% saja yang dapat merasakan proyek-proyek bantuan rehebilitasi, itupun harus bermain dengan para pemegang proyek. Alhasil, dana habis, proyekpun tidak berjalan. Tetapi, bagi beberapa desa di bawah pendampingan Yayasan Petak Danum, bantuan apapun yang datang dari pemerintan maupun pihak lain, tidak akan berjalan lama, karena model pengelolaannya pendekatan proyek semata, dana habis, proyek pun habis. Menurut salah satu kader Petak Danum, proyek rehabilitasi yang dilakukan oleh lembaga konservasi, tidak banyak membuahkan hasil di lapaangan, karena pendekatan proyek semata, dan ada banyak ditemukan pohon mati jumlahnya puluhan ribu di tempat pembibitan. Jangankan di tanam, pohon sudah mati duluan. Tetapi laporan mereka bagus-bagus ke atasan, padahal yang dilaporkan itu, pekerjaan inisiatif masyarakat tanpa bantuan siapapun.

Di sisi lain, proyek lainnya seperti mengelola sumberdaya perairan dari pemerintah yang disebar ke beberapa desa juga gagal, dana dibagi kepada masyarakat, lalu tidak ada perencanaan kerja yang matang, dananyapun habis dan proyek tidak berjalan, karena proyek dengan pendekatan keluarga terdekat saja. Dari gambaran proyek-proyek yang berjalan, berbeda dengan inisiatif rakyat mengelola sumberdaya alam, misalnya sumberdaya perairan rawa. Masyarakat mengelola perairan rawa dengan berbagai cara alat teknologi yang digunakan, dengan di tunjang dengan ilmu pengetahuan musim ikan di rawa-rawa gambut. Beje adalah salah satu alat untuk penangkap ikan, beje adalah kolam ikan di rawa, biasanya panjang beje 50 – 100 meter, lebar 1,5 – 2 meter, dengan kedalaman 2 meter. Hasil ikan yang dapat ditangkap mencapai 1 – 3 ton ikan per tahun. Bila dijual dengan harga rata-rata Rp 5.000/kg, hasil yang diperoleh mencapai R 5 – 15 juta per beje. Harga ikan bervariasi dari Rp 3.000 s/d 10.000 per kilogram. Perlengkapan lainnya adalah selambau, bubu, pancing dan lain sebagaianya. Perputaran pendapatan per orang dari beje, selambau, bubu, pancing bisa mencapai lebih Rp 12 juta per tahun. Artinya, dari sumberdaya perairana rawa masyarakat bisa mencapai Rp 1 juta per bulan. Ragam sumberdaya lainnya adalah kebun rotan, kebun karet dan tanaman padi. Memang tidak semua masyarakat memiliki semua komoditas ini paska proyek PLG. Saat ini rakyat sedang bangkit kembali untuk memulihkan kondisi sosial ekonomi. Dengan didampingi Yay. Petak Danum, kebangkitan masyarakat korban terus bertambah, daripada menunggu, lebih baik memulai yang baru ! (koes/maret/2008)

Rehabilitsi dengan Cara Bertani Padi


Komitment ”korban” PLG untuk kedaulatan Pangan

Bencana Gambut atas Kebijakan Pemerintah adalah salah satu dampak proyek PLG 1 juta hektar di Kalimantan Tengah. Bencana ini tidak bisa di ratapi dan dihindari, tetapi harus dihdapi bersama oleh masyarakat yang bermukim di kawasan gambut. ”kami, tidak bisa menghindar dri bencana kerusakan gambut akibat proyek, kami harus bersatu dan tetap hidup dalam keterbatasan, kalau menunggu bantuan, kami akan mati kelaparan” kata Ketua Dusun Telekung Punei, Kecamatan Kapuas Murung Kabupaten Kapuas, Kalteng. Luasan kawasan yang akan dijadikan proyek mencapai 1 juta hektar yang termasuk didalamnya sebanyak 72 desa di 3 Kabupaten (Kapuas, Pulang Pisau dan Barito Selatan) dan 1 Kotamadya Palangkaraya. Proyek ini di dasarkan pada jawaban pemerintah pusat untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan beras di Indonesia.


Dusun telukung punei salah satu dengan yang memprakarsai masyarakat korban proyek untuk tetap hidup dengan cara bertani. Pilihannya adalah bertani tanaman pangan, alasan mereka, karena tanaman pangan padi adalah kebutuhan pokok rakyat untuk makan. Kebun rotan rusak, kebun karet di gusur, kolam ikan beje hancur dan nyaris tidak ada lagi mendapatan, sehingga rakyat tidak mampu membeli beras. Satu-satunya jalan bercocok tanam dengan giat dan bersama. Upaya ini mendapat dukungan dari Yayasan Petak Danum, sekitar awal tahun 1999, melalui Yay.Petak Danum masyarakat di 7 Desa mendapat bantuan kegiatan kegiatan pemenuhan kebutuhan pangan dan rehabilitasi kebun karet. Desa-desa tersebut adalah Desa Telukung Punei, Tambak bajai, Dusun Bakuta, Desa Sei Jaya, Desa Mahajandau, Mengkatip. Luas pertanaman padi yang dicetak secara bertahap sampai akhir tahun 2007 mencapai lebih 3.000 hektar, tetapi luas ini tidak di 7 Desa, karena program dan gagasan rakyat banyak di contoh oleh masyarakat desa-desa lain untuk mengamankan kondisi pangan rakyat. Kapasitas produksi tanaman padi mencapai lebih dari 4.000 ton sekali setahun. Uji coba yang cukup berat bagi swadaya rakyat, tetapi menghasilkan kontribusi tanaman pangan bagi rakyat yang cukup besar, setidaknya, bahan pangan tidak didatangkan semua dari luar.

Bukan saja tanaman padi, tanaman karet yang semula hanya sebanyak 30 hektar di 7 Desa, saat ini berkembang di beberapa desa lainnya mencapai 71 hektar kebun karet. Pembibitan dan penanaman rotan sebanyak 2.000 pohon untuk lahan seluas 105 hektar, sampai saat ini sudah berkembang seluas 214 hektar dengan hasil panen sebanyak 2.540 ton atau rata-rata dalam per hektar dihasilkan 10-12 ton karet basah. Kegiatan budidaya rotan dikembangkan di Desa Sungai Jaya, Mahajandau, Bakuta, dan Tambak Bajai. Lebih dari puluhan ribu wilayah hutan adat yang dilindungi oleh masyarakat atas dasar aturan lokal.

Upaya yang sangat kecil tetapi dengan semangat yang cukup kuat, merupakan modal dasar dari apa yang menjadi mimpi masa depan rakyat. Sebatang pohon tidak akan pernah tumbuh, bila, sebatang pohon ditanam tanpa ada semangat dan bersama maka pohon itu tidak pernah akan tumbuh dengan baik. Setidaknya, dengan bekerja bersama, ada harapan masa depan bersama. Tetapi, satu yang sedang diperjuangkan rakyat, adalah kembalinya hak-hak atas tanah dan sumberdaya alam local, untuk menjamin keselamatan hidup keluarga dan generasi. (koes/maret/2008)

Tata Kelola Gambut Kalimantan Tengah


Menata Ulang Kelola Gambut Diantara Para Pihak

Berbasis Kearifan Masyarakat Lokal Di Kalimantan Tengah

Pada tahun 1995, lahir kebijakan baru dalam pengembangan lahan rawa yaitu pembukaan lahan rawa secara besar-besaran melalui Keppres No. 82 tahun 1995 tanggal 26 Desember 1995 yang dikenal dengan Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PPLG) sejuta Hektar di Kalimantan Tengah.

Pembukaan lahan di kawasan hutan gambut dalam secara membabi buta mengakibatkan dampak yang cukup parah terhadap kondisi social, ekonomi dan budaya masyarakat local secara mendadak dan tanpa ada yang bisa menghalangi kebijakan PPLG. Penebangan kayu hutan secara illegal yang diikuti oleh masyarakat (dengan alas an ekononomi dan perut) untuk pemenuhan kebutuhan industri sector hilir perkayuan yang di motori oleh para cukong-cukong semakin merambah kuat dan meningkat di kawasan PPLG, tanpa ada upaya hukum yang berarti. Hilangnya mata pencaharian masyaraklat local dari SDA berdampak pada daya beli masyarakat menurun, biaya pendidikan, kesehatan, bahan pangan dan lainya menjadi beban berat bagi masyarakat, dan masyarakat mengalami proses pemiskinan sumberdaya alam local – yang berakibat juga pada kecendrungan aktivitas masyarakat untuk merusak sumberdaya alam – hutan. Rusak dan menurunnya fungsi hutan kawasan gambut sedang dan dalam, sumberdaya air, kebakaran gambut, berdampak pada hilangnya habitat-habitan satwa yang dilindungi, mata pencaharian masyarakat dan terganggunya ekosistem air hitam. Konflik social, kepercayaan masyarakat kepada pemerintah semakin berkurang, SDA rusak dan tidak tertata dengan baik pola pemanfaatannya, Biaya rehabilitasi mahal dan lama, mendapat sorotan dunia international kebijakan yang merusak SDA dan social, budaya - ekonomi masyarakat dan Lingkungan Hidup.

Dari situasi diatas, muncul upaya untuk menyelamatkan kawasan gambut yang di dorong oleh sebuah kesepakatan bersama ditingkat masyarakat [korban proyek PLG 1 juta hektar]. Sejak awal tahun 2001, upaya-upaya Yayasan Petak Danum melakukan pendampingan, pemulihan kerusakan gambut bersama masyarakat melalui rehabilitasi kawasan hutan gambut, kebun rotan, karet, dan sumberdaya lainnya, tidak cukup mampu dilakukan oleh masyarakat dan Yayasan Petak Danum saja, tetapiu pihak-pihak lain harus terlibat dan bertanggungjawab atas kondisi hutan dan kawasan gambut paska proyek PLG 1 juta hektar. Program kerjasama para pihak untuk menata ulang kawasan gambut berbasis kearifan masyarakat lokal adalah gagas bersama antara Yayasan Petak Danum, Pemerintah Kabupaten (Kuala Kapuas, Pulang Pisau dan Barito Selatan), LSM Tambun Bungai, LMDDKT Kapuas, Cimtrop Universitas Palangkaraya dan masyarakat lokal, sebagaii upaya untuk Tata Kelola Bersama Kawasan Hutan dan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah.

Usulan ini dibuat dengan rangkaian panjang sebuah model kolaborasi multipihak yang dimulai dengan diskusi terbatas sekitar bulan Juni 2005 kemudian melakukan lokakarya bersama dalam penyusunan proposal bersama ini. Program bersama ini merupakan kesepakatan para pihak untuk menjawab dampak dari terjadinya pembangunan proyek lahan gambut 1 juta hektar sekitar beberapa tahun lalu di Kalimantan Tengah khususnya di wilayah Kabupaten Kuala Kapuas, Pulang Pisau dan Barito Selatan, yang akan menjadi kerangka kerja bersama untuk menata ulang kelola gambut di Kaliteng.

Gagasan yang memiliki tujuan jangka panjang; Mewujudkan Upaya Perlindungan Kawasan Hutan dan Lahan Gambut yang didukung Kerjasama, Kemampuan dan Ketrampilan Multipihak Pihak Dalam Proses Pemulihan, Penataan sumberdaya alam lokal dan Peningkatan Ekonomi Masyarakat yang dapat Mengkontribusikan Pada Agenda Penyelamatan Hutan dan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah. Secara singkat tujuan jangka pendek gagasan ini: 1). Mendorong Lahirnya Kebijakan Dalam Penataan Ruang Kawasan Hutan dan Lahan Gambut (Eks PPLG) secara Partisipatif dan Terintegrasi, 2). Melakukan Rehabilitasi (Reforestasi) Kawasan Hutan dan Kebun Masyarakat untuk penyelamatan kawasan hutan-lahan gambut dan pendapatan ekonomi generasi masyarakat lokal, 3). Meningkatkan Kemampuan dan Ketrampilan Masyarakat, NGO, Pemerintah Untuk Pengelolaan Kawasan Hutan – Lahan Eks PPLG Berbasis Peningkatan Ekonomi, Kelestariannya. 4). Menggalang Dukungan yang lebih luas dari berbagai pihak untuk perlindungan dan membangun Kerangka Kerjasama Antar Kabupaten dalam pengelolaan SDA dan Kawasan Hutan-lahan Eks PPLG (Blok A – B).

Secara garis besar hasil-hasil yang diharapkan dari program kerjasama ini adalah: 1) Tersedianya Peta Penataan ruang kelola kawasan hutan dan lahan gambut yang didukung oleh kebijakan pemerintah daerah dan nasional, 2) Terfasilitasinya kawasan hutan dan lahan gambut yang rusak dapat diselamatkan dengan rehabilitasi dan reforestasi yang dapat memberikan peningkatan pendapatan ekonomi generasi masyarakat local, 3) Meningkatnya kemampuan dan ketrampilan masyarakat lokal dan para pihak yang dapat mendukung proses pengelolaan hutan dan lahan gambut berbasis pada peningkatan ekonomi dan pelestariannya, 4) Diperolehnya dukungan yang lebih luas dari berbagai pihak melalui proses penyebaran informasi media cetak dan visual serta terbentuknya kelembagaan multipihak yang permanen dalam pengelolaan kawasan hutan dan lahan gambut di Kalimantan Tengah. [koes/maret/2008]