Selasa, 07 April 2009

PLG Terancam Gagal Oleh Kehadiran Perkebunan Kelapa Sawit

Rehabilitasi PLG Terancam Gagal

Pemerintah Daerah Terancam Dipidana Terkait Izin Perkebunan Sawit

PALANGKA RAYA- Proyek Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah (Kalteng), terancam gagal. Pasalnya, sejumlah Departemen terkait menolak melaksanakan proyek tersebut, sebelum perkebunan sawit milik swasta yang berada di kawasan lahan gambut tersebut di batalkan atau di pindahkan. Anggaran Rp 9,5 trilyun yang sudah disiapkan tidak akan dikucurkan, karena pelaksanaan proyek satu juta hektar lahan gambut tersebut, sudah tidak sesuai dengan Instruksi Presiden No. 2 tahun 2007 tentang Rehabilitasi dan Revitalisasi Lahan Gambut.

Demikian antara lain hasil pertemuan antara Chrys Kelana, Calon anggota DPR RI dari Partai Golkar Nomor Urut 4, dengan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, H. Paskah Suzetta, pertengahan bulan Maret lalu. Untuk mengatasi hal tersebut, Chrys Kelana yang juga menantu mantan Gubernur Kalteng, Tjilik Riwut, mengusulkan agar segera diadakan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, jangan sampai anggaran yang sudah disediakan untuk proyek tersebut tidak termanfaatkan, sebab rakyat Kalteng sangat membutuhkan. ”Pemerintah Daerah Kalteng harus lebih memperhatikan kepentingan rakyat daripada kepentingan beberapa pengusaha perkebunan sawit milik swasta yang sudah menduduki areal lahan gambut tersebut,” ujar Chrys Kelana, dalam keterangan persnya di Palangka Raya, Rabu (1/4) kemarin. Dikemukakannya, kalau masalah ini berlarut-larut, maka proyek Rehabilitasi dan Revitalisasi Lahan Gambut tersebut akan gagal sehingga lahan gambut yang rusak akan terbengkalai dan rencana memperbaiki kehidupan rakyat di lahan gambut juga gagal. Selain itu, kerusakan lahan gambut akan menjadi perhatian dunia internasional, sehingga Indonesia akan dikecam karena ketidak mampuan melakukan rehabilitasi lahan gambut yang sudah rusak. Ini akan berpengaruh kepada bantuan luar negeri. ”Pemerintah Daerah harus mengatakan yang sebenarnya kepada rakyat Kalteng, jangan menutup nutupi persoalan sebenarnya. Saat ini dikesankan, kesalahan utama adalah pada pemerintah pusat yang seolah olah tidak menepati janjinya, padahal kenyataannya, justru pemerintah daerah yang melanggar komitmennya sendiri,” ungkapnya, seraya menimpali.”Beberapa masyarakat petani di Kalteng, misalnya petani di daerah Kapuas, Pulang Pisau dan Kalampangan, Palangka Raya, mereka minta agar pemerintah pusat menepati janjinya. Persepsi ini seharusnya diluruskan, supaya masalahnya tidak semakin kusut,” timpal mantan wartawan Kompas ini.

Dia mengutarakan, dalam pertemuannya dengan Mentri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPENAS, Paskah Suzetta, menyatakan terkejut, ketika tim Bappenas dengan tim ahli dari Belanda, meninjau lokasi lahan gambut di Kalimantan Tengah, menemukan bahwa areal tersebut sudah banyak sekali perkebunan kelapa sawit milik swasta. Diperkirakan sudah lebih dari 391 ribu hektar kebun kelapa sawit.
”Padahal sejak awal sudah disepakati oleh pemerintah daerah kalimantan Tengah, bahwa tidak ada pemberian izin perkebunan kelapa sawit. Sementara kalau ada izin perkebunan kelapa sawit yang sudah terlanjur, yaitu sebelum inpres diterbitkan tanggal 16 Maret 2007, dicabut kembali izinnya atau dipindahkan lokasinya,” ucap Chrys Kelana, seraya mengutip ungkapan Paskah.
Lanjutnya, temuan tim BAPPENAS tersebut sangat mengejutkan karena sama sekali tidak pernah dilaporkan oleh pemerintah daerah Kalteng. Akibatnya, setelah penemuan tersebut, maka BAPPENAS kemudian menghentikan kelanjutan proyek revitalisasi lahan gambut. Kalau Bappenas terus melanjutkan proyek tersebut, akan terkena pidana karena melanggar Instruksi Presiden. Ini berarti, pemerintah daerah Kalteng yang justru telah melanggar Inpres no. 2 tahun 2007. ”Namun kesalahan tentu bukan di Gubernur Kalteng, Agustin Teras Narang, karena sebagai gubernur dia tidak memiliki hak memberikan izin. Semua izin perkebunan kelapa sawit itu tentunya diberikan oleh pemerintah daerah tingkat dua,” imbuh Chrys Kelana, kembali mengutip pernyataan Paskah.
Ditempat terpisah, Gubernur Kalteng, Agustin Teras Narang, mengakui dikawasan Proyek Rehabilitas dan Revitalilasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut, saat ini terdapat sekitar 23 izin perkebunan kelapa sawit dan karet dengan total luas lahan kurang lebih 366 ribu hektar, padahal dalam Inpres hanya diizinkan 10 ribu hektar untuk sawit dan 7500 hektar untuk karet. Terkait dengan masalah tersebut, Gubernur Kalteng telah mengirim surat meminta arahan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dalam suratnya tersebut, Gubernur Kalteng, mengharapkan dapat segera memperoleh keputusan yang tentunya saling menguntungkan, namun demikian hingga saat ini belum mendapat arahan dari Presiden. ”Mengingat ini menyangkut Inpres dan kenyataan dilapangan tidak sesuai dengan Inpres maka kita mohon kepada Bapak Presiden untuk bisa memberi arahan kepada kita sebagai Kepala Negara, sebagai Kepala Pemerintahan yang tentunya beliau akan memberi arahan dalam waktu yang tidak lama lagi,” pungkas Gubernur Kalteng dalam sambutannya yang disampaikan pada acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di Palangka Raya, kemaren. Hadir dalam Musrenbang tersebut, Bupati/Walikota Se-Kalteng, Kepala Bapeda Se-Kalteng, SKPD Se-Kalteng, Tim Penyususn Master Plan Rehabilitasi dan Revitalisasi Lahan Gambut, LSM Lokal, Nasional dan Internasional. Semua Program Terancam Gagal

Menurut Paskah Suzetta, sebagaimana yang dikutip Chrys Kelana, anggaran yang dipersiapkan untuk proyek lahan gambut itu seluruhnya Rp 9,5 trilyun dan sudah disiapkan. Anggaran tersebut rencananya dikucurkan secara bertahap mulai tahun 2007 sebesar Rp 250 milyar, tahun 2008 sebesar Rp 1,74 trilyun, tahun 2009 sekitar Rp 2,9 trilyun, tahun 2010 senilai Rp 3,3 trilyun dan terakhir tahun 2011 sisanya, sekitar Rp 1,2 triliyun.”Namun semua rencana itu batal, karena adanya izin perkebunan kelapa sawit oleh pihak swasta. Lebih tragis lagi, izin yang diberikan tersebut ternyata masih berupa izin prinsip dan belum izin tetap dari Departemen Kehutanan. Terjadi pelanggaran besar besaran di kawsasan lahan gambut, sehingga tentu saja pemerintah tidak berani mengucurkan anggaran yang sudah dipersiapkan,” pungkas Chrys Kelana.
Inpres no. 2 tahun 2007 menginstruksikan kepada 15 lembaga pemerintah yaitu : Menko Bidang perekonomian, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Pertanian, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Dalam negeri, Menteri Keuangan, Menteri Negara Lingkungan Hidup, Menteri Negara Riset dan Teknologi, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Ketua Bappenas, Gubernur Kalimantan Tengah, Walikota Palangka Raya, Bupati Kapuas, Bupati Barito Selatan dan Bupati Pulang Pisau, untuk pelaksanaan proyek tersebut, Presiden menunjuk Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Aburizal Bakrie sebagai ketua, kemudian Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/ Ketua Bappenas, Paskah Suzetta sebagai Sekretaris lalu Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang, sebagai penanggung jawab pelaksanaan proyek secara terpadu di kawasan Pengembangan Lahan Gambut (PLG).
Inpres ini dikeluarkan oleh Presiden tanggal 16 Maret 2007.
Dalam lampiran Inpres tersebut sudah disepakati bahwa areal yang disediakan untuk perkebunan hanya 22.900 hektar yaitu untuk perkebunan karet 7.500 haktar, kelapa 5.000 hektar, kelapa sawit hanya 10.000 hektar dan lainnya (400 hektar) . Kemudian areal persawahan 123 ribu hektar, areal palawija seluas 62 ribu hektar (jagung 28 ribu hektar, kedelai 12 ribu hektar, kacang tanah 4 ribu hektar, kacang hijau 4 ribu hektar, ubi kayu 12 ribu hektar dan ubi jalar 2 ribu hektar). Pengembangan perikanan terdiri untuk budidaya pengembangan ikan papuyu 120 ekor per 45 kolam, ikan patin 300 ribu ekor per 107 kolam, ikan lele 120 ribu ekor per 45 kolam. Peternakan kebon hijuan makanan ternak milik masyarakat 3500 hektar, pengembangbiakan ternak sapi 16 ribu ekor, ternak itik 20 ribu ekor, kerbau 9 ribu ekor, ayam buras 20 ribu ekor, kambing 10 ribu ekor.
”Lagi-lagi semua program tersebut di hentikan karena ketika Tim Bappenas dengan tim belanda yang bertindak sebagai konmsultan, datang ke lokasi lahan gambut, ternyata sudah berdiri pabrik kelapa sawit, bahkan tanaman di lahan gambut sudah dibersihkan untuk tanaman sawit,” imbuhnya.
Chrys Kelana menambahkan, sebagaimana pengakuan Menteri, Paskah Suzetta, dalam areal lahan gambut tersebut sudah dipersiapkan semua bibit tanaman pangan dan ternak, agar nantinya bermanfaat untuk ketahanan pangan di Kalteng, bahkan untuk kebutuhan Kalimantan maupun seluruh Indonesia. Areal persawahan seluas 123 ribu hektar tersebut akan sangat bermanfaat untuk peningkatan produksi beras di Indonesia, bahkan kebutuhan swasembada beras. Namun sayang sekali, proyek PLG ini terhambat hanya karena izin yang diberikan kepada pihak swasta untuk perkebunan kelapa sawit.
Selain itu, PLG tersebut juga sangat bermanfaat untuk lapangan kerja, karena diusulkan untuk penambahan 46 ribu kepala keluarga transmigrasi. Saat ini sebetulnya sudah ada sekitar 15 ribu kepala keluarga transmigran dari berbagai daerah, antara lain dari Jawa, NTT bahkan dari bekas pengungsi Timor Timur. Namun separoh atau sekitar 7.500 kepala keluarga dari 15 ribu kepala keluarga tersebut sudah keluar dari kawasan karena tanah yang diperolehnya kurang cocok. ”Masalah transmigran itu juga yang masih menjadi masalah BAPPENAS, karena kekurangan tenaga akan mempersulit keberhasilan proyek PLG. Namun pengucuran dana untuk menahan 7.500 kepala keluarga tersebut masih menghadapi kendala karena menunggu kepastian proyek PLG.

Tidak ada komentar: