Sabtu, 21 November 2009

Resolusi Khusus ARPAG Untuk Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI)

Keadilan Untuk Rakyat atas

Skema Penyelesaian Krisis Iklim Global

Sumbangan Inisiatif Masyarakat Lokal

Solidaritas Selamatkan Ekologi Gambut Kalimantan Tengah

Kritik dan Masukan Agenda: “Climate Hearing: Menjawab kebutuhan Lokal dalam

putaran Negosiasi dan Pilihan Mekanisme Pendanaan di Tingkat Nasional”

By; Aliansi Rakyat Pengelola Gambut (ARPAG) Kalimantan Tengah - INDONESIA


Membentang hijau nan luas tepat dilalui garis khatulistiwa yang membelah daratan besar pulau Borneo. Pulau yang memiliki sumberdaya alam yang sangat kaya mulai dari sumberdaya alam hutan, tambang, perairan danau, sungai, perairan pantai dan kelautan memiliki peranan penting dalam pengembangan ekonomi di Indonesia menghasilkan devisa negara paling utama dari sektor hutan, tambang (batu bara, emas, migas dlsb). Eksploitasi sumberdaya alam yang sangat berlebihan untuk memasok kebutuhan bahan-bahan mentah negara-negara kaya seperti Eropa, Amerika, Australia, Kanada, Jerman, Jepang, mulai dari hasil hutan, bahan tambang yang terdapat di daratan Borneo, membawa dampak kerusakan sumberdaya alam dan kehancuran kehidupan suku-suku Bangsa Dayak di Pulau Borneo. Kegagalan pembangunan global yang di prakarsai oleh negara-negara maju, membawa dampak berubahnya iklim dunia dan menyumbangkan kesengsaraan bagi penduduk-penduduk pribumi, termasuk pulau Borneo.

Lahan gambut Indonesia merupakan gambut tropis terluas didunia, sekitar 38 juta hektar (Dephut, 1997). Kekayaan ini sekaligus jadi petaka, pemerintah orde baru mengembangkan proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG) 1 juta hektar di Kalimantan Tengah melalui Surat Keputusan Presiden No 82 tahun 1996, untuk di cetak menjadi kawasan persawahan bagi kebutuhan nasional. Proyek ini sepertinya tidak banyak mempelajari kondisi gambut dan kehidupan masyarakat lokal. Akibatnya, proyek ini bukan nya bermanfaat bagi lingkungan gambut maupun masyarakat lokal, tetapi menjadi bencana yang sengaja di ciptakan. Akibatnya, lebih 82.000 jiwa penduduk lokal kehilangan mata pencaharian, dan ratusan ribu hektar kebun rotan, karet serta puluhan ribu sumur-sumur (beje – kolam ikan tradisinional) hancur tergusur. Kehidupan damai, berubah menjadi konflik, sumber-sumber kekayaan masyarakat hancur oleh kanal-kanal saluran primer dan sekunder, pembabatan hutan secara membabi buta, menggusuran kebun rotan, karet, purun, beje, sungai dan danau-danau. Kebakaran hutan dan lahan terjadi sepanjang tahun, sejak 1997 hingga sekarang. Banjir pasang surut jaraknya semakin lama dan dalam, kering terjadi dimana-mana. Rawan pangan beresiko terjadi sejak mereka kehilangan sumber pangan dan mata pencaharian. Juga ancaman menjadi pengangguran karena kebun dan tanahnya tergusur.

Proyek ini malapetaka bagi rakyat dan kedamaian penghuni ekosistem gambut. Kini, kawasan-kawasan gambut sejak transisi ke orde reformasi terancam menjadi (APL) areal penggunaan lain, sebagai areal perkebunan kelapa sawit, Hutan Tanaman Industri, Pertambangan. Selain itu, solusi iklim gambut untuk penyerap karbon (carbon zink) –jasa lingkungan dari fungsi hutan. Inilah salah satu yang ditawarkan Indonesia dalam kesepakatan UNFCCC di Bali 2007, lewat REDD (pengurangan dari penyusutan dan pengrusakan hutan). Skema imbal jasa bagi hibah negara-negara maju (emitor karbon) yang tidak mau menurunkan konsumsi energinya (fossil fuel). Calakanya, dengan alasan energi alternatif, malah akan diperuntukkan sebagai kawasan perluasan perkebunan sawit skala besar. Tetapi, di wilayah kawasan ini terdapat sejumlah bahan tambang mulai dari minyak, gas, pasir kuarsa, batu bara dan emas putih. Dimana beberapa Negara sudah mulai melirik untuk investasi industry konservasi yang menjual solusi alternative menyelamatkan bumi dari perubahan iklim.

Belajar dari pengalaman dan penderitaan bersama, keyakinan kami, bahwa ARPAG tetap menghargai upaya lain dalam arena forum-fourm international melalui UNFCCC di Bon Jerman Juni 2009, Bangkok International Meeting UNFCC 29 September 2009 – 09 october 2009 dan rangkaian Copenhagen Desember 2009. Atas dasar penyelidikan, berbagi pengalaman, bekerja dengan semua komponen jaringan kerja lingkungan hidup baik di Indonesia maupun di dunia International. Atas dasar mandat anggota-anggota ARPAG yang beranggotakan 7.000 orang; petani, nelayan, pengrajin rotan, petani karet yang merupakan masyarakat adat tersebar 3 Kabupaten di Kalimantan Tengah. ARPAG sebagai Organisasi Rakyat yang berdaulat dan dilindungi oleh UUD 1945, dalam arena forum UNFCCC secara tidak langsung tetap berpartisipasi secara aktif untuk memastikan forum International yang sedang berlangsung akan memberikan dampak bagi kehidupan kami dan generasi masa depan, maka ARPAG menilai dan memberikan sikap serta pandangan atas putaran International Meeting UNFCCC menuju Copenhagen Desember 2009:

1. ARPAG pada prinsipnya menghargai apa yang sedang di upayakan oleh Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) dan dunia International untuk menyelamatkan Bumi, sebagai proses belajar bersama untuk mencari solusi krisis iklim, maka ARPAG mendesak Dewan Nasional Perubahan Iklim Indonesia (DNPI) serta UNFCCC forum segera mengakui inisiatif-inisiatif local dalam penyelamatan bumi, khususnya di wilayah Gambut Kalimantan Tengah, pada umumnya di wilayah penduduk pribumi Bangsa Indonesia dari seluruh Nusantara. Karena penyelesaian krisis iklim dunia, bukan saja milik Akademisi, Pemerintah, Sektor Swasta, tetapi rakyat pun harus mendapat pengakuan tanpa syarat (afirmative action) bila memiliki skema lain diluar forum UNFCCC.



2. ARPAG melalui Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) agar segera mendesak Negara-negara kaya Emitor Karbon (C02) seperti; Amerika, Kanada, Australia, Rusia, Inggris, Prancis, dan negara Annex-1, menurunkan emisi karbonnya sampai “nol” agar keselamatan bumi dan rakyat dapat terjamin secara bergenerasi. ARPAG menganalogikan: Negara maju membuat dosa, rakyat Indonesia yang mencuci dosanya. Ini bentuk ketidakadilan dan pelanggaran atas hak-hak hidup berbangsa dan bernegara yang merdeka dilindungi oleh UUD 1945.

3. ARPAG bersama anggotanya di 52 Desa dan 7.000 anggotanya, di bantu pendampingan dan asistensi teknis Yayasan Petak Danum di Kapuas, sejak tahun 1999 sampai saat ini (2009) telah melakukan penyelamatan gambut di Kalimantan Tengah, dengan cara; penanaman pohon hutan gambut (50.000 ha), rehabilitasi kebun rotan beserta tanaman hutan rambatan (13.000 ha), kebun karet (5.000 ha), kebun purun, kolam ikan tradisional, mencetak sawah tradisional, menjaga hutan adat 200.000 hektar, membangun sekolah gambut dan melakukan dialog strategis dengan pemerintah daerah, pemerintah pusat serta jaringan kerja NGO di dalam dan luar negeri. Ini upaya nyata, tidak sekedar omong dan kata-kata belaka.



4. ARPAG mendesak kepada delegasi Indonesia baik dari wakil Pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, Perusahaan Swasta pada forum Perubahan Iklim yang sedang mempersiapkan agenda negosiasi Perubahan Iklim di Copenhagen Desember 2009, agar menghentikan negosiasi perubahan Iklim yang tidak mengakui hak-hak dan kedaulatan masyarakat lokal di Kalimantan Tengah khususnya, pada umumnya di seleuruh Nusantara. Pengakuan tanpa syarat bagi hak-hak masyarakat local dalam pengelolaan sumberdaya alam adalah mutlak bagi bangsa yang merdeka terbebas dari segala bentuk penjajahan baik oleh pemerintahnya sendiri maupun oleh Bangsa asing atas nama proyek-poryek konservasi dan krisis iklim dunia.

5. ARPAG mendesak Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) agar memiliki sikap tegas dan tidak mendua atas solusi krisis iklim, dan segera melakukan penghentian pembangunan perkebunan kelapa sawit di wilayah2 gambut di Kalimantan Tengah khususnya di eks PLG, termasuk juga di wilayah Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan Papua. Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit akan memperparah kerusakan gambut dan iklim global. Dimana perusahaan-perusahaan besar milik Negara maju bercokol disana. Di eks PLG sekitar + 360.000 hektar kebun sawit mendapat areal di gambut, Hutan Tanaman Industri. Ini membuktikan ketidak tegasan pemerintah dan DPNI atas solusi krisis iklim.


6. ARPAG menolak semua bentuk bantuan asing untuk menyelamatkan gambut melalui cara pendanaan hasil perdagangan karbon maupun utang luar negeri, melalui skema REDD dan carbon offset. Karena bantuan tersebut memiliki dampak yang cukup besar terhadap rakyat dan sumber kekayaan gambut di Kalimantan Tengah. Atas nama bantuan, pihak asing akan leluasa untuk menguasai, mengatur, mendikte dan mempersempit peran dan fungsi pemerintah serta negara untuk melindungi hak-hak rakyat dan sumber kekayaan gambut, mereka akan mengeruk dan mengeksploitasi demi keuntungan pihak asing. ARPAG mendesak Dewan Nasional Perubahan Iklim Indonesia (DNPI) mengakui skema lain (diluar REDD dlsb) dari inisiatif rakyat yang sedang diupayakan ARPAG di Kalimantan Tengah dan masyarakat pribumi (adat) lainnya di seluruh Nusantara. Skema-skema lain di luar UNFCCC akan lebih murah, terbebas dari utang dan terhindar praktek-praktek korupsi.


7. ARPAG masih tetap bertekad untuk tetap melindungi hutan dan lahan gambut wilayah adat berdasarkan kelola Gong berbunyi dan ayam berkokok sebagai dasar pijakan kearifan lokal yang dapat diketahui dari 5 kilometer kiri sungai dan 5 kilometer kanan sungai disemua wilayah Desa-desa dan antar desa dalam Daerah Aliran Sungai, Danau-Danau pada ekosistem gambut. Upaya perlindungan ini untuk menyelamatkan ruang kehidupan masyarakat dari aspek sosial, ekonomi, budaya, hokum dan menyumbang penyerapan karbon untuk keselamatan masyarakat di muka bumi ini. Upaya yang dilakukan ARPAG bersama anggota anggotanya untuk menanam pohon hutan gambut, rotan, karet, melindungi danau-danau, sungai-sungai dan hutan adat di wilayah kelola gambut Kalimantan Tengah – Indonesia.

Tanah air dan bangsa ini bukan milik asing, tumpah tanah, air dan darah ini telah dipertaruhkan 350 tahun menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat atas kekayaan alamnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan bangsa dan rakyat Indonesia. Jangan berikan tanah, air dan darah bangsa ini ke pihak asing, hanya karena uang dan tekanan politik asing.

Kuala Kapuas, 18 November 2009

Aliansi Rakyat Pengelola Gambut (ARPAG)

Muliadi. SE

Sekretaris Jenderal

Sekretariat Kerja ARPAG:

Jl. Karuing No. 06 RT. III RW. XVI Kelurahan Selat Dalam Kecamatan Selat 73516

Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah – INDONESIA - Telpon/Fax: 0513-22352, mobile phone: 081352761222

Email : petakdanum@gmail.com, Blog: www. petakdanum.blogspot.com www.sekolahgambut.blogspot.com,

www.rotanpetakdanum.blogspot.com

Tidak ada komentar: