Kamis, 17 Januari 2008

Keluar Dari Mimpi Buruk Dampak PLG Kalteng

Oleh: Muliadi [1]

Bencana Gambut atas Kebijakan Pemerintah

Sumberdaya alam gambut diketahui sejak lama terbentuk, lebih dari ribuan tahun lalu. Sumberdaya alami merupakan penopang kehidupan masyarakat lokal yang bermukim di gambut. Mereka adalah suku dayak Ngaju secara turun temurun melakukan pemanfaatan dan pelestarian untuk kebutuhan hidup keluarga, mulai dari mengambil hasil hutan non kayu, kebun rotan, kebun karet, kebun purun, bercocok tanam padi sawah, mencari ikan di sungai, danau, tatah, handil, beje (kolam ikan di hutan gambut) dan berburu hewan yang tidak dilindungi oleh masyarakat local. Hasil-hasil sumberdaya ini untuk kebutuhan keluarga mulai dari pendidikan, kesehatan, pangan, perumahan dan lain sebagainya. Sumber-sumber alam gambut yang ada pemanfaatan dan pelestariannya di lakukan secara bersama diatur oleh sebuah aturan lokal (hukum adat).

Keserasian alam dan masyarakat lokal di kawasan gambut terusik dengan kehadiran mega proyek 1 juta hektar dimulai tahun 1996, berdasarkan Kepres no 82 tahun 1996. Luasan kawasan yang akan dijadikan proyek mencapai 1 juta hektar yang termasuk didalamnya sebanyak 72 desa di 3 Kabupaten (Kapuas, Pulang Pisau dan Barito Selatan) dan 1 Kotamadya Palangkaraya. Proyek ini di dasarkan pada jawaban pemerintah pusat untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan beras di Indonesia.

Dengan model pembukaan proyek yang tidak mempelajari kondisi alam dan social ekonomi budaya masyaraat lokal, maka proyek ini bukan menjadi berkah bagi masyarakat tetapi menjadi sebuah bencana alam yang sengaja di ciptakan. Sumberdaya alam yang dikelola rakyat hancur oleh pembangunan infrastruktur proyek misalnya; kanal-kanal saluran primer dan sekunder, pembatatan hutan secara membabi buta, menggusuran kebun rotan, karet, purun, beje, sungai dan danau-danau. Kebakaran hutan dan lahan terjadi sepanjang tahun sejak 1996 sampai sekarang, dengan model tebas, tebang bakar, proyek telah menghancurkan semua kawasan gambut yang terhampar seluas lebih 1 juta hektar.

Dampak Yang Tidak Dapat Dihindari:

Hilangnya mata pencaharian masyarakat lokal dari SDA berdampak pada daya beli masyarakat menurun, biaya pendidikan, kesehatan, bahan pangan dan lainnya menjadi beban berat bagi masyarakat, dan masyarakat mengalami proses pemiskinan sumberdaya alam lokal – yang berakibat juga pada kecendrungan aktivitas masyarakat untuk merusak sumberdaya alam – hutan. Rusak dan menurunnya fungsi hutan kawasan gambut sedang dan dalam, sumberdaya air, kebakaran gambut, berdampak pada hilangnya habitat-habitat satwa yang dilindungi, mata pencaharian masyarakat dan terganggunya ekosistem air hitam. Konflik sosial, kepercayaan masyarakat kepada pemerintah semakin berkurang, SDA rusak dan tidak tertata dengan baik pola pemanfaatannya, Biaya rehabilitasi mahal dan lama, mendapat sorotan dunia international kebijakan yang merusak SDA dan social, budaya - ekonomi masyarakat dan Lingkungan Hidup.

Semangat Rakyat Untuk Bangkit

Dimulai dari satu kesadaran bersama masyarakat lokal yang telah menjadi korban mega proyek PLG 1 juta hektar. Ketiadaan jawaban atas hancurnya sumberdaya alam lokal akibat proyek merupakan pikiran yang menghantui sebagian besar korban proyek. Pada umumnya masyarakat tidak mampu berpikir untuk bergerak dan menjawab keterpurukan ekonomi yang berasal dari sumberdaya alam local. Kondisi yang hancur dan sulit untuk dipulihkan merupakan sebuah bahan diskusi setiap hari. Tetapi, tidak ada rotan, akarpun jadi. Itulah semangat masyarakat korban PLG untuk bangkit bersama.

Semangat dimulai dari satu bentuk pertemuan kecil disebuah desa. Bagaimana masyarakat bias memulihkan sumberdaya alam gambut yang telah dirusak oleh kebijakan pemerintah yang tidak memberikan keselamatan atas rakyatnya. Dari situasi ini, sekelompok anak muda korban berkumpul di sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat yang diberi nama Yayasan Petak Danum. Lembaga ini tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat korban PLG untuk memberikan semangat untuk memulihkan kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Di awal tahun 1999, YPD bersama 7 kelompok petani (dan bekerja untuk lebih 50 desa di eks PLG) yang dibentuk dan melakukan kegiatan bersama, diantaranya:

1. Melakukan dan membuat percetakan sawah baru seluas 125 hektar yang dikembangkan di 7 desa, perkembangan sampai saat ini telah terbuka lahan persawahan masyarakat seluas 478 hektar yang tersebar di Desa Mahajandau, Mangkatip, Bakuta, dan Dusun Talekung Punei. Usaha ini mulai di perluas di beberapa desa lainnya secara swadaya mencapai 1.000 hektar lebih.

2. Melakukan Pembibitan dan penanaman karet sebanyak 9.200 pohon untuk lahan seluas 23 hektar. Kebun karet yang berkembang saat sudah mencapai 71 hektar yang tersebar di Desa Tambak Bajai, Sungai Jaya, Bakuta dan Mahajandau. Usaha ini terus diperluas di beberapa desa lainnya mencapai ribuan hektar.

3. Pembibitan dan penanaman rotan sebanyak 2.000 pohon untuk lahan seluas 105 hektar, sampai saat ini sudah berkembang seluas 214 hektar dengan hasil panen sebanyak 2.540 ton atau rata-rata dalam per hektar dihasilkan 10-12 ton karet basah. Kegiatan budidaya rotan dikembangkan di Desa Sungai Jaya, Mahajandau, Bakuta, dan Tambak Bajai. Lebih dari puluhan ribu wilayah hutan adat yang dilindungi oleh masyarakat atas dasar aturan lokal.

4. Pendampingan masyarakat korban dalam penyelesaian sengketa tanah dang ganti rugi dengan pihak pemerintah dan perusahaan swasta.

5. Memfasilitasi penguatan masyarakat melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan dibidang perkebunan, perikanan, kerajinan, budidaya pertanian lainnya. Sampai saat ini ada sekitar lebih 500 orang telah difasilitasi pelatihan ketrampilan.

Ada banyak contoh lainnya yang telah dilakukan bersama masyarakat untuk membangun kekuatan bersama bangkit dari keterpurukan akibat bencana mega proyek gambut 1 juta hektar di Kalimantan Tengah.

Masyarakat Tidak Berdiam Diri, Terus Bergerak.

Kehancuran sumberdaya alam gambut dan sistem social, ekonomi dan budaya masyarakat local, bukan berarti, masyarakat tidak memiliki semangat. Janji manis yang diberikan oleh pemerintah tidak pernah kunjung tiba, ini salah satu proses pembangunan yang hanya bisa merusaknya tanpa mau memperbaiki kembali. Masyarakat korban PLG, tidak akan pernah bekerja disebuah kantoran, perusahaan ketika sumberdaya alamnya tidak ada lagi, mereka tetap kembali untuk membangun Desa/ Kampungnya bersama. Setiap saat berpikir dan terus bergerak untuk mencari jalan keluar dari mimpi buruk mega proyek 1 juta hektar, dan bekerja bersama keluarga untuk tetap bertahan hidup, sampai saat ini.

Berangkat dari satu sumberdaya alam yang dimiliki masyarakat korban adalah semangat untuk bangkit bersama. Titik awal dari nol merupakan salah satu niat baik untu memulihkan sumberdaya alam local untuk kesinambungan social, ekonomi dan budaya masyarakat untuk pulih dalam melakukan kerjasama antar masyarakat. Setidaknya, ada sawah yang telah berproduksi, ada kebun rotan, karet yang telah memberikan harapan baru, ada beje-beje yang telah belajar berproduksi, dan ada banyak lagi kemampuan masyarakat lokal dalam melakukan proses pengembangan diri dan keluarganya untu hidup lebih baik.

Upaya yang sangat kecil tetapi dengan semangat yang cukup kuat, merupakan modal dasar dari apa yang menjadi mimpi masa depan rakyat. Sebatang pohon tidak akan pernah tumbuh, bila, sebatang pohon ditanam tanpa ada semangat dan bersama maka pohon itu tidak pernah akan tumbuh dengan baik. Setidaknya, dengan bekerja bersama, ada harapan masa depan bersama. Satu yang masih harus terus diperjuangkan masyarakat adalah wilayah kelola adat yang sejak turun temurun sudah teruji dalam pengelolaan sumberdaya alam gambut berbasis kearifan lokal. Ada sekitar lebih ratusan ribu hektar hutan adat di wilayah kelola gambut yang telah dilindungi oleh masyarakat lokal untuk kelangsungan hidup generasinya. Saatnya, masyarakat di wilayah eks PLG memperkuat dirinya dengan membangun organisasi rakyat untuk pengelolaan sumberdaya alam gambut untuk menjamin keselamatan hidup keluarga dan generasinya. (Mul/desember/2007)



[1] Direktur Eksekutif Yayasan Petak Danum (YPD) Kalimantan Tengah.

Tidak ada komentar: