Kamis, 17 Januari 2008

Paska Proyek PLG, Ancaman Masih Datang

1. Investasi Kebun Kelapa Sawit

Pemerintah Propinsi Kalimantan Tengah pada tahun 1984 telah menetapkan Rencana Induk Pembangunan Perkebunan, dan lahan yang sesuai untuk pengembangan berbagai komoditi perkebunan dicadangkan seluas 3.139.500 Ha atau 20.2 % dari luas Wilayah Kalimantan Tengah. Perkembangannya Pada tahun 1993 Pemerintah Propinsi Kalimantan Tengah menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) dan untuk pengembangan perkebunan dicadangkan seluas 1.700.000 Ha untuk pembangunan jangka panjang 15 tahun (1993–2008). Dari lahan ini sampai tahun 2002 telah tertanam perkebunan berbagai jenis tanaman seluas 715.079 Ha dan sisa lahan sebagian besar telah dicadangkan untuk perusahaan perkebunan dalam bentuk ijin arahan lokasi, ijin lokasi dan atau pelepasan kawasan hutan. Sampai akhir Tahun 2002, izin lokasi untuk usaha perkebunan yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional Kabupaten sebanyak 194 buah dengan luas 2.642.672. Ha. Pengembangan komoditas kelapa sawit di Kalimantan Tengah menjadi inspirasi bagi pembuat kebijakan di tingkat Kabupaten dan Provinsi untuk memanfaatkan lahan yang telah terbuka di eks PLG untuk budidaya kelapa sawit.


Laporan resmi Yayasan Petak Danum dan Sawit Watch dalam temuannya sekitar Maret s/d Agustus 2005, dua kawasan gambut tebal ini mendominasi wilayah Kabupaten Kapuas, setidaknya ada 9 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang mulai melakukan penjajakan operasional investasi kelapa sawit. Seluas 156.000 hektar. Dari jumlah 9 perkebunan kelapa sawit, 1 perkebunan kelapa sawit mengundurkan diri karena memang kondisi lahannya berada di gambut tebal sekali. Tetapi, temuan lainnya, sekitar Desember 2006, ditemukan data sebanyak 13 perusahaan yang telah mengantongi izin kebun sawit di eks PLG, dengan luas total + 317.000 hektar. Luas ini akan menggunakan semua areal lahan eks PLG yang terdapat di kawasan gambut tebal dan gambut sedang untuk dijadikan lahan Hak Guna Usaha (HGU) oleh 13 perusahaan tersebut. Walaupun demikian, temuan ini sempat di bantah oleh Gubernur Kalimantan Tengah Teras Narang SH sekitar 20 Maret 2007 dalam pernyataannya di Koran Banjarmasin Post, bahwa menyebutkan, luas kebun sawit yang dapat di tanam hanya 10.000 hektar, sisanya tidak bisa untuk alokasi kebun sawit.


Berbagai informasi ini telah menyebar melalui media maupun dari pertemuan ke pertemuan dikalangan pejabat di Kalimantan tengah. Walaupun akhirnya Gunernur memanggil 3 Bupati untuk meluruskan kebijakan izin kebun sawit. Tetapi, diantara ke 3 Bupati tersebut, Bupati Kapuas yang telah mengeluarkan lebih dari 9 Izin kebun sawit akan melakukan lobby ke jakarta untuk merubah ketetapan Inpres No. 2 tahun 2007 yang mengatakan hanya luasan 10.000 hektar saja yang dapat ditanami kelapa sawit.

2. Rencana Konservasi Gambut

Setelah PPLG dinyatakan gagal, upaya pemerintah pusat untuk melakukan rehabilitasi dan pemulihan eks PPLG dilakukan, dengan strategi menetapkan kawasan-kawasan khusus dalam pelestarian dan pemanfaatan eks PPLG. Dalam tata ruang pemulihan terpadu kawasan eks PPLG, termasuk didalamnya adalah kawasan yang di konservasi. Kawasan ini, diusulkan oleh sebuah lembaga international dalam pelestarian satwa untuk menjadi kawasan Taman Nasional. Kehadiran usulan menjadi Taman Nasional atau kawasan Lindung, membuat resah masyarakat sekitar dan didalam yang masuk dalam peta usulan. Luas wilayah yang diusulkan mencapai lebih + 377.000 hektar yang meliputi 6 Kademangan Adat yaitu: Dusun Hilir, Karau Kuala, Timpah, Mentangai, Jenamas, Dusun Selatan. Dimana wilayah Kademangan ini meliputi beberapa desa di dalam yang memiliki wilayah kelola secara adat ditingkat Desa. Keresahan yang terjadi ditingkat masyarakat adat di 6 wilayah Kademangan ini membuat beberapa Demang Kepala Adat didorong untuk menyikapi persoalan ini secara adat, bila usulan kawasan konservasi akan ditetapkan menjadi Taman Nasional, maka, hak-hak masyarakat adat Ngaju dalam pengelolaan sumberdaya hutan, sungai, beje-beje, kebun rotan yang masuk didalamnya.


Dengan kondisi ini para damang melayangkan surat kepada pihak Pimpinan Yayasan BOSF MAWAS Project Kalimantan Tengah di Jalan Rajawali IV No. 38 Palangkaraya 73111 Kalimantan tengah. Bunyi surat yang ditembuskan ke beberapa Instansi dan DPR-DPRD, ini menyebutkan ” Dengan hormat, Memperhatikan perkembangan tentang Konservasi BOS MAWAS yang mengancam keberadaan dan keberlanjutan hidup masyarakat adat di Kedamangan Dusun Hilir/Jenamas, Karau Kuala dan Kedamangan Dusun Selatan. Hal ini berkaitan dengan banyaknya laporan dari masyarakat adat disekitar wilayah konservasi BOS MAWAS diantaranya masyarakat tidak boleh berusaha diwilayah konservasi BOS MAWAS, tidak boleh menebang pohon walaupun hanya untuk membuat perahu, mencari ikan. BOS MAWAS melibatkan oknum aparat TNI/POLRI dalam mengamankan kawasan konservasi, BOS MAWAS tidak menghargai aturan-aturan adat setempat dan kelembagaan Kedamangan dalam melakukan pekerjaannya serta adanya isue program yang tidak jelas bagi masyarakat misalnya; konservasi orangutan kemudian muncul isue program carbon trading dan terakhir menjadi isue tentang kawasan TAMAN NASIONAL MAWAS seluas
± 377.000 ha yang diusulkan oleh Yayasan BOS (data angka bersumber dari peta kerja BOS MAWAS tahun 2004 dan Banjarmasin Post Tanggal 28 November 2006)”.


”Menyikapi fakta-fakta yang diperoleh dilapangan maka dengan ini Kedamangan Dusun hilir/Jenamas, Kedamangan Karau Kuala, Kedamangan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan secara tegas menolak dengan beberapa alasan sebagai berikut :

1. Karena kawasan konservasi [diusulkan Taman Nasional seluas ± 377.000 ha] BOS MAWAS berada di wilayah masyarakat adat 6 [Enam] Kedamangan yang akan mengancam hilangnya hak-hak masyarakat adat dan keberlanjutan penghidupannya dimasa yang akan datang.

2. Tidak ada sosialisasi secara menyeluruh dan programnya tidak jelas manfaatnya bagi masyarakat adat.

3. Sosialisasi yang dilakukan oleh BOS MAWAS di tingkat masyarakat tidak dapat menjawab jaminan hak masyarakat adat.

4. Dalam melakukan pengamanan areal kerja BOS MAWAS melibatkan oknum aparat (Polri) untuk mengintimidasi masyarakat, petani dan nelayan padahal kawasan tersebut statusnya masih belum jelas.

Demikian surat pernyataan sikap Kedamangan Dusun hilir/Jenamas, Kedamangan Karau Kuala, kedamangan Dusun Selatan kabupaten Barito Selatan ini kami sampaikan untuk menjadi perhatian pimpinan dan pengurus BOS MAWAS dan jaringannya. Surat yang ditandatangani tanggal 30 November 2006, oleh Damang dan wakil masyarakat Dusun Selatan, Karau Kuala dan Dusun Hilir.


Tidak ada komentar: